4 Ancaman Baru di Era Twitter dan Facebook
Siapa tak kenal Facebook dan Twitter?  Pengguna Internet era ini pasti nyaris tak bisa lepas dari dua ajang  gaul dunia maya itu. Facebook dan Twitter merupakan implementasi dari  web 2.0.
   Apa itu web 2.0? Ini merupakan generasi terkini yang paling mendunia   dari web, di mana semua pengguna web dapat mempublikasikan dan menerima   informasi secara bebas, untuk saling berkolaborasi dan sosialisasi.  Jika  di era web 1.0 kita hanya dapat mengakses informasi saja, dengan  segala  keterbatasannya, maka di web 2.0 kita dapat membagikan informasi  yang  kita punya, baik itu bersumber dari kita sendiri atau dari sumber  lain.  Kita juga dimungkinkan langsung berinteraksi dengan sesama  pengguna web.
   Dengan semua kelebihan itu, tak heran jika web 2.0 membuat banyak  orang  tertarik menggunakan Internet. Mereka yang awalnya tidak kenal  dunia  maya, menjadi penasaran dan ingin mencoba, sebab kehebohan daya  tarik  web 2.0 ini.
  Memang menyenangkan, bahkan mencandui sebagian orang. Sehari saja tidak  mengakses Facebook atau Twitter,  rasanya ada yang kurang. Sayangnya  masih banyak orang belum sadar bahwa  semua kemudahan berbagi dan  mengakses informasi itu disertai dengan  ancaman lain, yaitu malware  yang juga memanfaatkan celah-celah yang ada.
   Seperti kita tahu, beragam aplikasi web 2.0 tidak hanya digunakan di   rumah, namun juga di lingkungan korporat. Berarti ada banyak data   penting perusahaan yang dapat menjadi target para pencipta malware.   Pengguna sendiri tidak sadar bahwa dirinya menjadi target serangan,   karena terlalu asik menikmati banyak kemudahan, bahkan juga asik   bersosialisasi memperluas jejaring pertemanan maupun bisnis.
   Yang lebih parah adalah jika pengguna tidak tahu kalau dirinya justru   membantu serangan tersebut dan juga menjadi korbannya. Dari  laboratorium  virus kami,  terlihat bahwa  jejaring sosial kian popular menjadi sasaran pembuat  malware. Setiap  tahun, jumlah sampel malware yang berhubungan dengan  jejaring sosial  berlipatganda dibanding tahun sebelumnya.
   Konsep anyar yang ditawarkan web 2.0 adalah mengubah gaya navigasi   klasik menjadi jauh lebih interaktif. Bahkan pengguna bisa terus   berhubungan melalui web 2.0 dengan perangkat bergeraknya seperti ponsel.   Ya, ini seperti pemahaman di mana manusia terus menerus terhubung satu   sama lain dengan web 2.0 sebagai medianya, dan beragam perangkat  canggih  yang mendukung. Di mana saja, kapan saja.
 Malware sebelum web 2.0
   Kini kita coba telaah apa yang membuat malware ikut menjadikan web 2.0   sebagai sasaran utamanya. Bagaimana malware menyebar sebelum era web   2.0?
Perjalanan  virus  komputer dan malware kira-kira sama dengan perjalanan informasi  itu  sendiri. Di masa lalu, informasi secara fisik dipindahkan dari satu   komputer ke komputer lain menggunakan media penyimpanan yang  bervariasi.  Pada awal tahun 1980-an, informasi menyebar melalui  jejaring data  pribadi yang mahal. Baru kemudian perlahan jaringan  tersebut mulai  digunakan oleh kalangan pebisnis untuk email dan  transmisi informasi.  Pada akhir dekade 1990 mulai banyak kasus serangan  virus pada komputer di ranah pribadi dan bisnis, yang biasanya  menyerang melalui email.
   Tanpa terasa World Wide Web begitu cepat berkembang menjadi sebuah   platform yang sangat bernilai bagi pertukaran informasi, perdagangan   global, dan produktivitas dunia kerja. Perlahan tapi pasti, kita sadar   bahwa tak semua informasi bisa kita bagi ke semua orang. Di sinilah kita   ketahui bahwa informasi menjadi sangat berharga, hanya layak dibagikan   ke pihak tertentu dan menjadi berbahaya ketika bocor atau rusak.
   Selama itu juga muncul yang disebut dengan Era worm internet, dimana   terjadi serangan Code Red, Blaster, Slammer dan Sasser ke sejumlah   jaringan korporat. Tidak ketinggalan virus Melissa yang juga menyerang  email, serta datang melalui pesan instan atau aplikasi peer-to-peer.  Semua menargetkan Microsoft, sebab memang sistem operasi itu paling banyak dipakai. Mereka menghadapi semua serangan itu dengan penambahan firewall, dam menjalankan sejumlah mekanisme mitigasi anti-worm. Pengguna juga diajak untuk rajin memperbarui aplikasi pengaman Windows.
   Mengapa web 2.0 Menjadi Sasaran Empuk Malware dan Penjahat Cyber?  Dalam  tahun-tahun terakhir, situs jejaring sosial menjadi salah satu  sumber  informasi paling popular di Internet. RelevantView dan eVOC  Insights  memprediksi bahwa pada tahun 2009 situs jejaring sosial  digunakan oleh  80 persen pengguna Internet seantero dunia, yang artinya  lebih dari satu  miliar orang.
   Pertumbuhan popularitas ini sudah pasti diketahui oleh para penjahat   krinimal dunia maya. Maka tak heran sejumlah situs menjadi sasaran utama   malware dan spam, di samping sejumlah tindak kejahatan lain.
Situs  jejaring sosial seperti Facebook, MySpace atau Twitter, telah memukau  jutaan pengguna Internet, sekaligus juga pelaku kriminal cyber.
   Separah apakah serangan terhadap jejaring sosial ini? Pada Januari   2008, sebuah aplikasi Flash bernama Secret Crush yang berisi link ke   program AdWare terdapat pada Facebook. Lebih dari 1,5 juta pengguna   mengunduhnya sebelum disadari oleh administrator situs.
 Kaspersky   Lab pada Juli 2008 mengidentifikasi sejumlah insiden yang melibatkan   Facebook, MySpace dan VKontakte. Net-Worm.Win32.Koobface. menyebar ke   seluruh jaringan MySpace dengan cara yang sama dengan   Trojan-Mailfinder.Win32.Myspamce.a, yang terdeteksi di bulan Mei.
  Twitter  tak kalah jadi target, ketika pada Agustus 2009 diserang oleh  penjahat  cyber yang mengiklankan video erotis. Ketika pengguna  mengkliknya, maka  otomatis mengunduh  Trojan-Downloader.Win32.Banload.sco. LinkedIn juga  tak luput dari  serangan malware pada Januari 2009, dimana penguna ditipu  agar mengklik  profil sejumlah selebriti, padahal mereka sudah mengklik  link ke media playerYouTube menjadi incaran malware. palsu. Sebulan kemudian 
  Bulan Juli 2009 kembali Twitter menjadi media infeksi modifikasi New  Koobface, worm yang mempu membajak akun Twitter  dan menular melalui  postingannya, dan menjangkiti semua follower. Semua  kasus itu hanya  sebagian dari begitu banyak kasus penyebaran malware di  seantero  jejaring sosial.
 Ancaman di era web 2.0
  Akhir tahun 2008 Kaspersky  Lab mengumpulkan lebih dari 43.000 file  berbahaya yang berhubungan  dengan situs jejaring sosial. Salah satu  worm yang paling terkenal  menyerang situs jejaring sosial adalah  Koobface yang terdeteksi sebagai  Net-Worm.Win32.Koobface. Worm ini  popular saat sekitar setahun lalu  menyerang akun Facebook dan MySpace.
   Struktur umum serangan ke web 2.0 biasanya terdiri dari tiga langkah.   Pertama, pengguna menerima link dari teman berupa informasi enarik,   misalnya video klip. Kedua,   pengguna diminta untuk menginstal program tertentu agar bisa menonton   video itu. Ketiga, setelah diinstal, program ini diam-diam mencuri akun   pengguna dan meneruskan trik serupa ke pengguna lain
   Metode itu hampir sama dengan cara worm menyebar melalui email. Worm   yang terdistribusi melalui situs jejaring sosial hampir 10 persen sukses   menginfeksi. Koobface juga memberi link ke program antivirus palsu seperti XP Antivirus dan Antivirus2009. Program spyware tersebut juga mengandung kode worm.
   Ancaman ke situs jejaring sosial jauh lebih mengerikan dari ke email.   Mengapa? Selain terinfeksi worm, akun yang bersangkutan juga menjadi   korban botnet, bahkan si pemiliknya juga terkena imbasnya. Botnet mampu   mencuri nama dan pasword pengguna, lalu menyebarkan pesan palsu yang   mampu merugikan pihak lain, seperti permintaan transfer   uang. Jadi yang menjadi korban bukan hanya akunnya, melainkan pemilik   akun itu sendiri, serta pihak lain yang dikirimi pesan palsu.
 Sisi lemah manusia
   Satu hal paling penting dari serangan terhadap web 2.0 adalah faktor   komponen kelemahan manusia ,terutama ketika berhadapan dengan pengguna   yang tidak paham bahwa komputernya sudah terinfeksi.
Situs   jejaring sosial masa kini menawarkan kostumisasi tambahan dan fungsi   berfitur kaya untuk berbagi konten personal, file foto, atau multimedia   dengan sebanyak mungkin orang di dunia maya. Situs ini memungkinkan   pengguna berbagi pikiran dan minat dengan sesama teman atau komunitas.   Secara umum, pengguna situs jejaring sosial saling percaya satu sama   lain. Ini artinya jika mereka menerima pesan dari temannya, maka akan   langsung mengkliknya begitu saja tanpa kecurigaan pesan itu sudah   disisipi oleh malware.
   Hari ini masih banyak orang yakin bahwa menggunakan browser Web sama   dengan melakukan window shopping atau pergi ke perpustakaan di dunia   nyata. Takkan ada yang terjadi tanpa sepengetahuan mereka. Padahal di   Web, sekali saja kita mengklik link yang salah, atau tanpa disengaja,   maka sama artinya sudah mempersilakan pencuri atau pengintai masuk ke   rumah kita. Ya, pencuri atau penyadap di dunia maya tidak kasat mata   seperti halnya di dunia maya.
   Ambil contoh, aplikasi penyingkat URL yang sering diperlukan di   mikroblog seperti Twitter. Karena katakter pesan hanya dibatasi hingga   140 karakter, maka pengguna harus menggunakan aplikasi penyingkat URL   saat menyisipkan link ke situs lain. Aplikasi penyingkat URL seperti   TinyURL, Is.gd atau Bit.ly tidak akan memperlihatkan nama URL yang   sesungguhnya. Cukup keterangan saja dan link yang sudah mereka ringkas.
   Bayangkan jika akun si pengguna sudah disusupi Botnet tanpa ia sadari.   Botnet akan menggunakan akun Twitter-nya, memposting "Klik foto saya   yang imut ini" lalu diikuti URL yang sudah diringkas, maka   teman-temannya akan langsung mengklik. Malware yang terkandung dalam   link itu akan membawa si korban ke situs lain yang memang sudah   dipersiapkan untuk"menjebaknya".
   Situs jejaring sosial seperti Facebook biasanya berkolaborasi dengan   situs-situs lain agar bisa saling terkoneksi. Mereka ini disebut sebagai   partisi ketiga, alias pihak ketiga setelah facebook itu sendiri, dan   penggunanya. Banyak kasus dimana partisi ketiga justru dijadikan vektor   alias "kendaraan" dari penyerang.
   Ada dua pertanyaan yang bisa kita ajukan untuk mendalami masalah ini.   Berapa banyak pengguna Facebook menambahkan aplikasi partisi ketiga di   profilnya? Berapa banyak yang mereka ketahui mengenai apa yang   sesungguhnya dilakukan oleh aplikasi partisi ketiga itu?
   Di atas kertas, para pakar mengatakan bahwa Facebook maupun jejaring   sosial lain harus memikirkan ulang cara mereka mendesain dan   mengembangkan application programming interface (API). Disebutkan bahwa   provider jejaring sosial semestinya berhati-hati dalam mendesain   platform dan API. Mereka harus hati-hari dengan teknologi sampingan yang   dipakai para klien, misalnya JavaScript. Operator situs jejaring  sosial  sebaiknya memiliki developer yang cukup ketat dalam penggunaan  API,  yaitu yang mampu memberi akses ke sumber yang hanya benar-benar   berhubungan dengan sistem.
   Setiap aplikasi yang berjalan di situs jejaring sosial juga semestinya   ada di lingkungan terisolasi untuk mencegah interaksi aplikasi dengan   host Internet lainnya yang tidak berpartisipasi dalam situs tersebut.
Isu Privasi
Malware   bukan hanya satu-satunya masalah ketika kita bicara mengenai situs   jejaring sosial. Bagaimana data-data pribadi para pengguna bisa aman   adalah pertanyaan lainnya. Lalu, seberapa susahnya sesungguhnya kita   melindungi diri sendiri dan data-data kita di situs jejaring sosial?
   Ketika orang jahat mendesain serangannya dengan apik, maka para   pengguna perlu meningkatkan standar kewaspadaan keamanannya. Advis   seperti "Jangan membuka file yang diterima dari sumber yang tidak   diketahui" sudah tak lagi berguna, sebab aktivitas serangan sudah mampu   menyamar dalam identitas teman yang kita kenal baik. Ini artinya kita   bahkan tidak bisa mempercayai pesan atau file yang dikirimkan teman kita   sendiri.
   Salah satu lapisan perlindungan yang bisa ditambahkan ke browser  adalah  yang dapat mencegah eksploit. Pengguna sebaiknya melindungi  dirinya  dari worm XSS dengan hanya mengizinkan eksekusi kode JavaScript  dari  sumber terpercaya. Pengguna juga semestinya seminim mungkin  berbagi  alamat pribadi seperti nomor telepon, alamat rumah, dan  informasi  personal lain.
   Memang agak sulit membatasi mana yang boleh dibagi dan yang tidak di   situs jejaring sosial. Pada dasarnya setiap orang butuh privasi di   belantara dunia maya. Jangan sampai juga kita menjadi korbam trik   phishing klasik, terutama ketika muncul laman situs baru saat mengklik   aplikasi partisi ketiga yang meminta kita melakukan log-in mengisikan   nama, dan sejumlah data pribadi lain. Jika kita ragu atas keaslian laman   itu, ada bagusnya kita kembali ke laman asli Facebook dengan mengetik   ulang www.facebook.com.
   Memang dibutuhkan perlindungan banyak lapis. Solusi keamanan Internet   seperti anti-malware adalah pilihan terbaik, namun itu pun diperlukan   update yang intens. Pengguna harus terus meningkatkan kewaspadaan dan   tingkat keamanannya, sebab penyerang juga akan terus memperbanyak   strategi.
   Semua kasus yang kita bahas di atas hanya sebuah awal saja. Serangan   terhadap situs jejaring sosial kini sudah ada dalam beragam tingkatan,   mulai dari malware sampai phishing. Pelaku kriminal dunia cyber akan   menggunakan vektor ke web 2.0 lebih dan lebih banyak lagi demi   menyebarkan aplikasi berbahayanya. Namun evolusi serangan ke web 2.0   akan seiring juga dengan evolusi yang dilakukan web 2.0 itu sendiri.
   Berikut adalah evolusi yang tengah terjadi pada web 2.0. Pertama,   Mobilitas. Baik konten maupun tampilan untuk mengaksesnya akan lebih   mobile, sehingga keterhantungan pada hardware untuk mengakses serta   lokasi fisiknya akan berkurang. Makin bervariasi platform yang dipakai   akan mempersulit pembuat malware untuk menerobosnya. Mereka akan   kesulitan mengenai sistem operasi dan hardware apa yang akan dipakai si   pengguna,.
   Kedua, lokalisasi dan kontekstualisasi. Konten dan interface mobile   membuat layanannya menjadi lebih baik bagi si pengguna. Semua   disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Penjahat cyber mau tak mau juga   akan memberlakukan perubahan paradigma ini untuk meningkatkan   serangannya.
   Ketiga, interoperabilitas. Jejaring sosial memungkinkan kita  terkoneksi  satu sama lain, maka harus ada sistem keamanan yang dibangun  oleh  jejaring dan penggunanya sendiri. Problem keamanan ini bisa mudah   ditingkatkan jika jejaring sosial itu mulai menyatukan layanannya.
 
 

 
 
 
 
0 comments: